Rohidah terlihat
sedih. Kali ini Mang Ijung pulang dengan tangan hampa.
“Kering, Bu!
Enggak ada tangkapan hari ini. Terpaksa makan pakai garam lagi, Bu!” Mang Ijung
tak bersemangat. Dijemurnya jaring-jaring di depan teras. Dibiarkan sisa airnya menetes ke tanah. Lalu di lapnya keringat yang mengucur dari balik topinya.
Rohidah menghela nafas
panjang. Ia hanya diam saja, sesaat kemudian Rohidah beranjak masuk ke
dalam. Ia bergegas ke dapur. Dibuatkan teh hangat untuk suaminya. Setelah itu, matanya melirik tempat gula. Oh, ternyata sudah habis “Rasanya bakalan pahit!" gumam Rohidah.
Sekarang, hidupnya saja sudah semakin pahit. Batin Rohidah semakin berkecamuk antara sedih dan
tidak.Karena besok tidak tahu harus makan apa.
Di ambilnya sendok lalu tempat gula sedikit demi sedikit dibersihkannya. Berharap ada sedikit gula, kemudian diaduknya perlahan air teh itu.
Setelah selesai,
ia segera bergegas menemui suaminya yang sedang berada di teras rumah.
"Diminum dulu tehnya."
Mang Ijung
mengangguk. Ia lalu memberi isyarat kepada Rohidah untuk mengambilkan kipas
yang terbuat dari anyaman kayu. Maklum untuk dirinya dan keluarganya kipas
elektronik sangat mahal harganya. Tak sangup dirinya untuk membeli kipas angin
seperti itu.
Rohidah memandang
lekat lekat suaminya itu. Ada kegelisahan terpancar dimatanya. Mau makan apa
esok dan esoknya lagi.
Hasil tangkapan ikan sudah seminggu ini tidak bisa
membuat Rohidah dan anak-anaknya makan dengan terpenuhi gizinya. Paling
seadanya saja. Untuk makan dengan daging pun jarang sekali. Paling makan pakai
daging sapi atau kambing hanya setahun sekali. Itu pun pas lebaran Idul fitri
dan idul Adha saja.
SLURUP! Diminumnya air teh hangat buatan istrinya. Matanya tiba tiba dibesarkan.
“Ada apa Pak?” Rohidah pura –pura tidak tahu.
“Kok tidak manis,
Bu?”
“Gulanya
habis,Pak! Lagi pula bapak kan tidak boleh minum yang terlalu manis. Enggak
bagus untuk kesehatan,” Rohidah berkelit.
Mang Ijung tertawa
melihat alasan istrinya. Ia tahu pasti pendaringan sudah kosong.
“Gara-gara
reklamasi pantai membuat hasil tangkapan ikan semakin sedikit!” Mang Ijung
tampak geram.
“Apa, Pak?
Reklame? Apa itu?” Rohidah terlihat tak mengerti.
“Bukan Reklame
tapi reklamasi. Reklamasi pantai. Hasil laut semakin kering dan menipis, Bu!" jawab Mang Ijung.
"Semua nelayan semakin kering hasil tangkapannya. Biasanya sampai 100 kg sekarang paling sedikit 5 kg. Huh! Nasib...nasib!" Lanjut Mang Ijung sambil melempar topinya. Ia terlihat geram.
"Sabar, Pak! Semoga Allah akan mudahkan Bapak dan nelayan lainnya menangkap ikan lagi," Rohidah mengusap lembut punggung suaminya.
Rohidah sebenarnya sadar akibat reklamasi pantai membuat hasil tangkapan ikan semakin sedikit. Dan nelayan lainnya seperti tidak berdaya pada keadaan ini. Nelayan semakin sulit mencari ikan di Teluk Jakarta. Kalaupun harus melaut maka harus berlayar sampai jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar